Apa itu Interpretasi dalam Seni? Review Buku Susan Sontag “Against Interpretation and Other Essays”
“Against Interpretation and Other Essays” adalah sebuah kumpulan esai yang revolusioner karya Susan Sontag, seorang intelektual yang terkenal dengan pandangannya yang tajam terhadap seni, budaya, dan politik. Buku ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1966 dan sejak itu telah menjadi karya klasik yang memengaruhi banyak pemikir dan penulis. Dalam esai-esainya, Sontag menggali konsep-konsep seperti interpretasi dalam seni, peran seni dalam masyarakat modern, dan dampak media massa terhadap pengalaman manusia.
“Against Interpretation and Other Essays” adalah buku yang berisi kumpulan esai yang terdiri dari beberapa tulisan Sontag yang beragam, yang mencakup topik-topik seperti seni, sastra, fotografi, film, dan budaya populer. Judul buku ini, “Against Interpretation,” merujuk pada salah satu esai utamanya di mana Sontag menantang paradigma interpretasi tradisional dalam memahami karya seni.
Dalam buku ini, Sontag menantang pendekatan klasik terhadap seni yang selalu berfokus pada tafsiran atau interpretasi. Dia mengkritik kecenderungan para kritikus untuk mengurangi pengalaman seni menjadi pesan atau makna tertentu. Sontag berpendapat bahwa fokus yang terlalu besar pada interpretasi dapat mengurangi pengalaman langsung dari karya seni itu sendiri. Dia menyerukan pendekatan yang lebih langsung, yang memungkinkan kita untuk menikmati keindahan dan kompleksitas karya seni tanpa perlu mengaitkannya dengan pesan atau makna tertentu.
Buku ini juga berisi sejumlah esai lain yang menyoroti berbagai aspek seni dan budaya. Misalnya, dalam esai “On Style,” Sontag membahas tentang peran gaya dalam seni dan tulisan, sementara dalam “Notes on Camp,” dia menggali konsep camp sebagai suatu gaya budaya yang khas. Esai-esai lainnya juga membahas tentang fotografi, film, sastra, dan peristiwa budaya kontemporer.
Susan Sontag dengan tajam mengkritik pandangan konvensional tentang seni dan budaya. Dia menantang ide bahwa seni harus selalu ditafsirkan atau dipahami dalam konteks naratif tertentu. Sebaliknya, dia menekankan pentingnya pengalaman langsung dari karya seni itu sendiri. Meskipun kritiknya terhadap interpretasi menjadi sorotan utama, buku ini juga memberikan wawasan mendalam tentang berbagai aspek seni dan budaya, mulai dari fotografi hingga film, dan dari sastra hingga fenomena budaya populer.
Sontag juga menunjukkan kepekaannya terhadap perubahan budaya yang sedang terjadi pada masanya, terutama dampak media massa terhadap cara kita memahami dunia. Dia secara kritis mempertanyakan bagaimana media massa, seperti film dan televisi, memengaruhi persepsi dan pengalaman kita terhadap realitas.
“Against Interpretation and Other Essays” tetap relevan bahkan hingga saat ini karena banyak dari isu-isu yang dibahas oleh Sontag masih relevan dalam konteks budaya kontemporer. Pandangannya yang kritis terhadap interpretasi dalam seni mengundang pembaca untuk mempertanyakan cara mereka mengalami dan memahami karya seni, sementara wawasannya tentang media massa dan budaya populer masih relevan dalam era digital saat ini.
Secara keseluruhan, “Against Interpretation and Other Essays” adalah kumpulan esai yang penting dan merangsang pemikiran. Susan Sontag dengan cerdas menggali berbagai aspek seni dan budaya, sambil menantang paradigma interpretasi yang dominan dalam pengalaman seni. Buku ini layak dibaca bagi siapa pun yang tertarik pada seni, budaya, dan perubahan dalam masyarakat modern.