Review Buku 

Cara Tere Liye Memberikan Pemahaman Lewat Cerita: Review Buku “Pulang-Pergi”

Penggemar serial aksi penulis kenamaan Tere Liye kini sedang dimanjakan dengan kehadiran novel Pulang-Pergi atau dapat disingkat menjadi PP. Novel dengan genre komedi-aksi-romantis ini mengisahkan tentang perjuangan tokoh Bujang Si Babi Hutan yang dibantu Thomas Si Konsultan Keuangan dalam menghadapi musuh dalam selimut sekaligus kisah romantis perjodohan Bujang dengan Maria, putri dari satu di antara penguasa terkuat shadow economy. Tulisan ini tidak akan berpanjang kali lebar menjelaskan ceritanya, sebab hal ini sama saja dengan tindak kejahatan membocorkan dokumen rahasia negara.

Tulisan ini lebih berfokus pada hal-hal menarik di dalam novel Pulang-Pergi, yakni mulai dari kandungan nasihat religi yang kekinian hingga pemahaman-pemahaman baru yang memberikan pencerahan. Dimulai dari nasihat tentang harta kekayaan yang ujung-ujungnya tidak bisa menemani pemiliknya menuju ke alam keabadian. Hebatnya, nasihat ini disampaikan dengan kalimat yang tidak terkesan menggurui. Seperti dalam kutipan berikut ini:

“Aku tidak pernah mengerti. Harta sebanyak itu, mau kalian bawa ke mana saat mati, heh? Tauke besar dulu misalnya, penguasa shadow economy yang hebat. Saat dia mati, bukankah dia hanya dikuburkan sendirian, jauh dari siapa-siapa di sebuah  perkampungan nelayan dekat sekolah agama? Tidak ada satu koin emas pun yang dimasukkan ke liang kuburannya. Atau kalian bisa mentransfer uang ke alam kubur sana, Bujang?” (halaman 17)

Ada unsur satire di dalam nasihat tersebut, sehingga membuat pembacanya berpikir sekaligus terkekeh dalam waktu yang bersamaan. Bukankah menjadi hal yang lucu saat membayangkan di liang kubur ada mesin ATM yang dapat digunakan oleh si mayat untuk mengecek transferan sedekah atau kiriman doa yang masuk dari sanak keluarganya yang masih hidup? Ada kesan mengajak bercanda di dalam nasihat tersebut yang sekaligus membuat pembacanya merenung di sela-sela tawanya yang renyah.

Selain nasihat religi yang kekinian, di dalam novel Pulang-Pergi juga terdapat pemahaman-pemahaman baru yang mencerahkan seperti pemahaman tentang cara mengetahui kekayaan seseorang. Selama ini, kebanyakan manusia menganggap bahwa kekayaan seseorang dapat diketahui dari outfit yang digunakan; saldo milyaran rupiah di rekening; mobil-mobil mewah yang berjejeran; hingga rumah-rumah mewah yang berceceran. Padahal menurut Tere Liye bukan hal-hal ‘remeh’ itu yang membuat seseorang dianggap super duper kaya sebagaimana kutipan berikut ini:

“Baik, pertanyaan pertama, bagaimana kita tahu seseorang itu sangat kaya, Thomas?”

Puuuh. Bujang menghembuskan napas. Itu pertanyaan apa sih? Anak kecil juga tahu jawabannya. Tidak perlu Thomas yang menjawabnya.

“Mudah, Nona Kiko. Kau tinggal melihat rekening banknya.”

Kiko menggeleng. Bukan itu…………………………

Thomas menyerah. Lantas bagaimana caranya?

“Kita tahu seseorang itu sangat kaya, saat kita tidak bisa lagi menghitung uangnya, Thomas.” (halaman 229)

Jawaban yang paling benar adalah pemahaman sebaliknya. Jika jawaban pada umumnya adalah menghitung jumlah aset yang dimiliki, maka jawaban untuk pemahaman yang baru adalah ketidakmampuan menghitung atau bahkan mengira-ngira aset yang dimiliki seseorang. Selama hartanya masih dapat dihitung, berarti kepemilikannya masih dapat dibayangkan. Namun ketika kekayaannya tak lagi bisa dihitung oleh satuan ukur manusia, saat itulah orang tersebut menjadi manusia yang sangat kaya karena orang-orang tak lagi bisa mampu membayangkannya. 

Akhir kata, novel Pulang-Pergi mengandung beberapa hal menarik yang tidak akan disebutkan semuanya di sini karena satu-satunya jalan yang paling menyenangkan untuk mengetahuinya adalah membaca bukunya, tidak malah mencari spoilernya. 


Akhmad Idris
Penulis buku ‘Permainan Metafora dalam Karya Sastra’ yang saat ini sedang menempuh program doktoral di Universitas Negeri Malang

Related posts

Leave a Comment