Review Buku 

Upaya Merawat Luka Batin dengan Membaca Buku “Represi” Karya Fakhrisina Amalia

Represi bisa diartikan sebagai penahanan terhadap sesuatu. Dalam konteks buku “Represi” yang bergenre young adult ini, penahanan yang dimaksud adalah penahanan terhadap emosi. Penahanan tersebut, dengan berbagai macam emosi yang direpresi ke alam bawah sadar, pada kenyataannya semakin lama semakin bertumpuk dan kemudian bisa meledak. 

Buku “Represi” karya Fakhrisina Amalia ini memiliki karakter utama bernama Anna, perempuan yang memiliki luka batin di masa kecil yang kemudian mencoba bunuh diri. Buku ini mengisahkan perjalanan hidup Anna untuk mencapai penerimaan diri dengan bantuan psikolog. 

Sebelumnya, Anna bukanlah sosok periang. Namun, kehadiran para sahabatnya perlahan membuatnya lupa akan perasaan tidak berharga dan kebenciannya terhadap diri sendiri yang sudah dia pupuk sejak kecil. Rasa muak dan jijik akan dirinya sendiri dia pendam dalam-dalam. Anna kecil tumbuh tanpa orang tuanya mengetahui apa yang sudah Anna lalui dalam hidupnya. 

Membaca Represi memberi saya pemahaman akan 4 hal utama dalam cerita, yaitu sebagai berikut: 

  1. Peran Pengasuhan Orang Tua Pada Anak Sangat Penting 

Dilahirkan menjadi anak kedua namun ditakdirkan menjadi anak tunggal dari Ayah pebisnis yang jarang pulang dan Ibu yang mengurus rumah tangga, Anna kecil tumbuh dengan rasa inginnya diperhatikan oleh sang Ayah yang sibuk. Dibesarkan dengan Orang tua yang menjadikan dia satu-satunya harapan membuat Anna menjadi satu-satunya objek didikan orang tuanya. 

Sedari kecil Anna diajarkan untuk tidak cengeng dan tahan banting. Orang tua selalu memutuskan banyak hal untuk Anna. Di sisi lain, orang tua Anna tidak pernah membiarkan Anna membuat keputusan terhadap hidupnya. Ayah dan Ibu Anna selalu menekankan ke Anna kalau pilihan orang tuanya itu yang terbaik dan dia tidak mampu membuat keputusan sendiri. Anna dibentuk sedari kecil agar menjadi seperti apa yang diinginkan orang tuanya. 

Sampai suatu ketika, Anna merasa perlu untuk membuat keputusan sendiri. Keberaniannya itu dimulai saat Anna dengan teguh memilih masuk di jurusan Desain Komunikasi Visual dan menolak keinginan orang tuanya agar ia masuk jurusan Farmasi saat kuliah. Dari sini lah pertengkaran Anna dengan orang tuanya dimulai. 

Satu lapis lagi luka telah ditekan dan dipendam Anna ke alam bawah sadarnya. Luka karena ketidakmampuan orang tua dalam memahami dirinya sebagai anak. Selalu menuntut, melarang, dan mendikte, tanpa disadari hal itu memupus kemandirian Anna dalam menjalani hidup. Hingga, luka batin lainnya ditorehkan dalam hidup membuat Anna merasa semakin tidak berharga dan kehilangan semangat hidup hingga dia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. 

  1. Terjebak Toxic Relationship 

Luka-luka di hidup Anna memang tidak terlihat secara fisik, melainkan luka batin. Akibat dari tidak tepatnya cara mengasuh orang tua, menjadikan Anna sosok yang mudah dimanipulasi. Terbiasanya dia dididik untuk menahan segala emosi membuatnya tidak terbuka dalam bercerita mengenai apa yang sedang dia pikir maupun rasakan, membuat Anna tidak mengenal dirinya sendiri dan apa kemauannya. 

Pada suatu titik, meskipun dia memiliki sahabat dekat sejak SMA dan berkuliah di kampus yang sama, tidak lantas membuat Anna menjadi sosok yang dengan mudah mengekspresikan dirinya. Luka masa lalu juga mengintainya sampai akhirnnya Anna bertemu dengan seseorang yang membuatnya merasa dibutuhkan, dihargai, dia dijadikan seperti ratu yang selalu dipentingkan. Hal-hal yang tidak dia dapatkan dari orang tuanya, Anna seolah mendapatkan pengganti orang tua, sahabat, dan kekasih dalam diri orang tersebut. Sampai Anna merasa sosok tersebut adalah pusat dunianya dan merasa tidak bisa kehilangan dia atas nama cinta.

Anna yang takut kehilangan cintanya, menuruti semua keinginan sang kekasih. Dia yang semakin hari semakin bergantung dengan sang kekasih, membuatnya merentangkan jarak dengan para sahabat dan orang tuanya. Mengabaikan keinginannya, selalu berusaha menyenangkan kekasihnya hingga melupakan dirinya sendiri. Dia telah memberikan segala-galanya untuk sang kekasih hanya semata takut membuat sang kekasih memutuskan hubungan dengan dirinya. Tanpa Anna sadari, dia telah terjebak dalam relasi berpacaran yang tidak sehat. 

  1. Konsultasi Ke Psikolog Menandakan Kamu Kuat 

Anna memang dibesarkan oleh orang tua yang belum memahami secara utuh bagaimana pengasuhan yang tepat diberikan. Namun, sebagai anak tunggal yang beberapa kali melakukan percobaan bunuh diri, menjadi satu-satunya harapan orang tua membuat Ibu Anna membawanya untuk bertemu dengan Psikolog Nabila. 

Di halaman awal, saat pertama kali Anna datang ke Psikolog, bisa dikategorikan seorang klien yang resisten karena kedatangan awal bukan berasal dari keinginan dirinya sendiri. Dia dipaksa datang oleh Ibunya setelah ia keluar dari rumah sakit. 

Dari setiap sesinya dengan Nabila, cerita-cerita masa lalu dikisahkan, membuka kembali luka-luka yang selalu coba Anna tekan dan lupakan namun nihil, luka-luka itu basah dan berdesakan untuk bergantian meledakkan diri. 

Nabila memberi Anna ruang untuk mengekspresikan emosi-emosi Anna dengan tugas-tugas menggambar. Bermacam teknik konsultasi dinarasikan dengan baik. Nabila juga memberikannya atensi penuh tanpa penghakiman dan pemaksaan, hingga Anna bisa mengeksplorasi setiap lukanya dan pelan-pelan menyiapkan dirinya kembali pulih. 

Membaca buku ini, membuat saya seperti mengerjakan tugas dari dosen untuk menganalisa sebuah kasus, penulis yang notaben menempuh Magister Psikologi Profesi mengetahui betul bagaimana penerapan konseling dan terapi sehingga narasi dalam buku ini seakan hidup dan mampu menyentuh empati. 

Kepiawaian penulis merangkai dialog dua arah dalam bentuk konsultasi tentu saja tidak terlepas dari latar belakang pendidikan yang sedang ditempuhnya saat menuliskan buku ini. Eksplorasi luka dan emosi secara runut dipaparkan. Jawab dan tanya senyata seorang sahabat lama yang kembali dipertemukan tanpa kesan menggurui, membuat tiap sesi konsultasi dilingkupi kenyamanan untuk mencurahkan cerita masa lalu dan masa kini.  

  1. Pentingnya Support System Untuk Pemulihan Luka Batin 

Masa-masa sulit Anna memang membuatnya tertekan dan terpuruk. Namun, kehadiran orang-orang yang memedulikannya membantu Anna dalam prosesnya merawat luka batin. Keyakinannya untuk pulih kembali tidak saja datang dari sesi-sesi bersama Psikolog Nabila. Hal itu juga diperkuat dengan kehadiran orang tuanya dan kesediaan mereka untuk mengakui kesalahan. 

Bijaknya Anna semakin terlihat dari caranya menghadapi luka-lukanya. Dia mulai memberanikan diri untuk terbuka kepada para sahabatnya dan penerimaan mereka membuat Anna terharu sekaligus merasa sangat bersyukur. 

Buku ini sarat akan makna dalam penerimaan diri. Proses yang seringkali penuh luka jika digali tapi penulis mampu mengemasnya dengan nuansa sendu dan mengahangatkan hati. Kepulihan Anna dalam merawat luka batinnya yang tidak instan memberikan gambaran secara menyeluruh dari pengembangan karakter Anna sebagai sosok yang putus asa menjadi seseorang yang ingin terus memperjuangkan hidupnya lebih baik lagi. 

Kesadaran dirinya bahwa akan banyak sekali kemungkinan yang bisa terjadi di masa depan tidak lagi membuatnya merepres setiap emosi. Anna telah belajar melihat segala sesuatu dari beragam sisi. Dia memahami dalam keadaan bagaimanapun nanti, dia selalu punya pilihan untuk menjadi kuat dan selalu punya kesempatan untuk kedamaian diri sendiri. 


Lailatul Nur Aini
Penikmat kata yang meleburkan diri melalui menulis dan membaca. Meskipun tertarik dan menggeluti psikologi ketika kuliah dan bekerja, tidak lantas membuat dunianya yang berisi fiksi, puisi, dan meraih cita-cita terlupa. Suka sekali kalau punya teman baca. Chit-chat sama aku melalui DM Instagram lailanalna yaa!

Related posts

Leave a Comment